Saturday, June 6, 2015

Lactobacillus plantarum


Domain                 : Bacteria
Kingdom               : Bacteria
Phylum                  : Firmicutes
Class                     : Bacilli
Order                    : Lactobacillales
Family                   : Lactobacillaceae
                                                                       Genus                    : Lactobacillus
                                                                       Spesies                  : Lactobacillus plantarum  
        
     Salah satu jenis bakteri asam laktat yang dapat digunakan untuk produk perikanan adalah Lactobacillus plantarum. Jenis bakteri asam laktat ini digunakan untuk menghambat penurunan mutu filet nila merah sehinga dapat disimpan dalam waktu lebih lama. Menurut Jenie dan Rini (1995) Lactobacillus plantarum mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme pathogen pada bahan pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya.
        Lactobacillus plantarum adalah salah satu mikroba yang paling umum digunakan sebagai inokulan silase sehingga diharapkan mampu mencapai pH 3,8 – 4,2 lebih awal dan mempunyai karakterisitik silase yang baik, sehingga akan diperoleh silase pucuk tebu yang berkualitas sebagai pakan ternak (Lamid Mirni,dkk;2012).
         Lactobacillus plantarum merupakan bakteri Gram- positif aerotolerant yang tumbuh pada 15 ° C ( 59 ° F ) tetapi tidak pada 45 ° C ( 113 ° F ) , dan menghasilkan kedua isomer asam laktat ( D dan L ) . Ini spesies dan lactobacilli terkait tidak biasa dalam bahwa mereka dapat bernafas oksigen tetapi tidak memiliki rantai pernapasan atau sitokrom. Oksigen dikonsumsi akhirnya berakhir sebagai hidrogen peroksida . Peroksida , dianggap , bertindak sebagai senjata untuk mengecualikan bakteri bersaing dari sumber makanan .
 1.1 Bakteri Asam Laktat (BAL)
      Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin dan Leksono, 2011). Pada umumnyaa mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6-8 (Buckle et al., 1987).
      Bakteri asam laktat pada ikan merupakan salah satu bagian dari bakteri awal. Pertumbuhan bakteri ini dapat menyebabkan gangguan terhadap bakteri pembusuk dan pathogen (Bromerg, dkk., 2001). Pemanfaatan BAL oleh manusia telah dilakukan sejak lama, yaitu untuk proses fermentasi makanan. BAL merupakan kelompok besar bakteri menguntungkan yang memiliki sifat relatif sama. Saat ini BAL digunakan untuk pengawetan dan memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Chabela, dkk., 2001). BAL mampu memproduksi asam laktat sebagai produk akhir perombakan karbohidrat, hidrogen, peroksida, dan bakteriosin (Afrianto, dkk., 2006). Dengan terbentuknya zat antibakteri dan asam maka pertumbuhan bakteri pathogen seperti Salmonella dan E. Coli akan dihambat (Silalahi, 2000).
      Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh kepadatan BAL, strain BAL, dan komposisi media (Jeppensen dan Huss, 1993). Selain itu, produksi substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media pertumbuhan, pH, dan temperature lingkungan (Ahn dan Stiles, 1990).
Lactobacillus plantarum
      Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37oC (Frazier dan Westhoff, 1998). L.plantarum berbentuk batang (0,5-1,5 s/d 1,0-10 um) dan tidak bergerak (nonmotil). Bakteri ini memilik sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anerob, mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam, dan mampu memproduksi asam laktat. Dalam media agar, L.plantarum membentuk koloni berukuran 2-3 mm, berwarna putih opaque, conveks, dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1998).
      L.plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (1978) asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. L.plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% pada substrat (sarles et al., 1956). Dalam keadaan asam, L.plantarum memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri pathogen dan bakteri pembusuk (Delgado et.al., 2001).
      Pertumbuhan L.plantarum dapat menghambat kontaminasi dari mikroorganisme pathogen dan penghasil racun karena kemampuannya untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat, selain itu BAL dapat menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri (Suriawiria, 1983). L..plantarum juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai antibiotik (Jenie dan Rini, 1995).
1.2 Filet Nila Merah
       Nila merah merupakan salah satu jenis ikan yang berpotensi sebagai bahan baku filet, karena memiliki daging tebal dengan sedikit duri, warna daging putih bersih, dengan tekstur mirip ikan kakap merah (Dzajuli, 2002). Nila merah juga mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi. Filet ikan adalah lempengan daging ikan tanpa tulang yang diperoleh dengan cara memotong daging sejajar dengan tulang belakang (Dore, 1991). Penurunan mutu pada filet dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara yaitu uji kimiawi, uji bakteriologis (mikrobiologis), dan uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan untuk menilai sejauh mana produk menyimpang dari mutu ikan yang masih segar dengan menggunakan panca inder dan mengamati  perubahan terhadap karateristik organoleptik yang terdiri dari kenampakan atau rupa, warna, aroma, rasa, dan tekstur produk.
1.3 Masa Simpan Filet Nila Merah
       Masa simpan atau umur simpan bahan pangan adalah waktu tenggang atau waktu selang suatu bahan pangan dapat disimpan dalam keadaan masih dapat dikonsumsi. Masa simpan erat kaitannya dengan proses pembusukan. Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan adalah dengan menyimpan pada suhu rendah.
       Penyimpanan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat reaksi kimia aktivitas enzim pada bahan pangan serta dapat menghambat atau menghentikan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme (Frazier dan Westhoff, 1978). Masa simpan bahan pangan segar relatif singkat meskipun pada suhu rendah. Relatif singkatnya masa singkat bahan pangan disebabkan adanya bakteri psikrofilik gram negatif dari kelompok Pseudomonas dan Achromobacter dalam jumlah besar yang mengakibatkan terjadinya proses pembusukan karena degradasi protein, lemak, dan perubahan warna sehingga akan mempersingkat masa simpan (Reddy et al., 1975).
       Filet nila memiliki masa simpan yang relatuf singkat, hal ini disebabkan karena daging ikan mengandung air yang tinggi sehingga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri pembusuk (Reddy dan Chen, 1975). Jumlah bakteri merupakan suatu indikator pembusukan yang terjadi pada ikan dan ikan dikatakan busuk apabila jumlah bakteri mencapai 105- 106 cfu/g daging (Ilyas, 1972). Jumlah bakteri maksimum pada ikan dan kerang adalah 106 cfu/g (Elliot dan Michener dalam Jay, 1996). Jumlah bakteri maksimum pada filet adalah 5x105 cfu/g (Dewan Standarisasi Nasional, 1995) 106 cfu/g (Connell, 1990). Masa simpan filet bervariasi tergantung pada waktu pembuatan setelah ikan mati (Liviawaty, 1999) serta proses penanganan dan penyimpanannya (Marshall, 2002).

           Masa simpan erat kaitannya dengan perubahan yang terjadi pada filet, baik perubahan fisik, biologis maupun kimiawi. Semua perubahan tersebut merupakan rangkaian proses yang akan menyebabkan filet membusuk, sehingga tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Proses pembusukan dapat dihambat secara fisik yaitu dengan pengeringan dan pendinginan, secara kimiawi yaitu dengan penambahan larutan garam, larutan asam serta untuk produk-produk tertentu penambahan larutan antibiotika, dan secara biologis yaitu dengan penggunaan mikroba antagonis untuk menghambat aktivitas bakteri pembusuk.

1.4 Penyimpanan Pada Suhu Rendah
           Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan pada daging ikan (Hadiwiyoto, 1993). Pada suhu rendah proses  penguraian menjadi lambat, oleh karena itu biasanya untuk mempertahankan kesegaran ikan dan cara menghambat mikroorganisme, ikan ditempatkan dalam wadah atau ruangan yang bersuhu dingin (Irawan, 1995). Pendinginan ini hanya bersifat menghambat pertumbuhan bukan untuk membunuh atau menghentikan mikroorganisme sama sekali (Winarno, 1993). Hampir semua bakteripathogen hanya mampu memperbanyak diri dengan laju yang lambat pada suhu di bawah 10oC, oleh karena itu makanan yang disimpan di dalam lemari es cukup aman. Beberapa organisme ada juga yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu kira-kira 5oC sehingga kerisakan dapat terjadi walaupun di dalam lemari es (Gaman dan Sherrington, 1992).

           Mikroorganisme dapat dibedakan atas beberapa kelompok berdasarkan kemampuannya untuk dapat tumbuh pada kisaran suhu tertentu. Penggolongan mikroorganisme tesebut yaitu psikrofil, mesofil, dan termofil. Suhu tempat makanan di simpan, sangat besar pengaruhnya terhadap mikroorganisme yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya.

1.5 Manfaat lain dari bakteri Lactobacillus plantarum

          Sebuah studi menarik telah menyelidiki potensi cara-cara baru untuk menurunkan kolesterol, menggunakan bakteri probiotik. Peningkatan kadar kolesterol, dikenal sebagai Hiperkolesterolemia, dapat menimbulkan faktor risiko yang signifikan untuk perkembangan penyakit jantung koroner. Studi sebelumnya telah dilakukan yang menunjukkan peran bakteri probiotik dapat bermain dalam meningkatkan metabolisme lipid, dan studi ini menunjukkan manfaat dari kombinasi tertentu dari strain Lactobacillus plantarum.
Penelitian ini melibatkan tiga strain dari bakteri Lactobacillus plantarum, CECT 7527, CECT 7528 dan CECT 7529, dikenal secara kolektif sebagai AB-HIDUP. Sebanyak 60 orang, berusia antara 18-65, mengambil bagian dalam acak, plasebo terkontrol double-blind studi percobaan penelitian, 30 pada kelompok plantarum L. dan 30 membentuk kelompok plasebo. Setengah dari kelompok mengambil kapsul sehari dari strain L. plantarum AB-Life, dan setengah sisanya mengambil produk plasebo selama 12 minggu. Kelompok mengambil plantarum strain L. mengamati penurunan yang signifikan dalam kadar total kolesterol (TC), dari 13,6%.
AB-hidup kelompok probiotik menunjukkan kemampuan yang kuat untuk bertahan hidup keasaman pencernaan, dan kemampuan untuk mematuhi dinding usus. Kombinasi CECT 7527, CECT 7528 dan CECT 7529 bakteri strain menghasilkan tingkat signifikan empedu hidrolase garam, yang efektif pada proses metabolisme garam empedu yang mengandung lipid (lemak), yang menyebabkan penurunan kolesterol dalam darah. Selain jenis ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk menggabungkan diet lemak dalam karena permukaan sel bakteri mereka mengurangi penyerapan lemak jenuh dari diet. Bakteri juga ditampilkan untuk membuat jumlah besar dari kedua asam butirat dan asam propionat, baik yang diproduksi oleh proses fermentasi bakteri anaerob.
          Jadi, secara keseluruhan kelompok probiotik AB-hidup, terdiri dari CECT 7527, CECT 7528 dan CECT 7529 bakteri strain, menunjukkan potensi yang fantastis untuk kemampuan mereka untuk mengurangi kadar kolesterol darah tinggi.
          Kemudian manfaat lain dari bakteri Lactobacillus plantarum dapat  kita temukan pada acar atau asinan kol, karena acar atau asinan kol kaya akan bakteri probiotik seperti Lactobacillus plantarum (L. plantarum) yang membantu mengatasi masalah perut kembung dan rasa tidak nyaman terkait sindrom gangguan usus.

Daftar Pustaka
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton.1987.Ilmu Pangan.Universitas Indonesia Press.Jakarta
Connel,J.J.1990.Control of Fish Quality.Fishing News Books.London
Dewan Standarisasi Nasional.1995.Filet Nila Merah Beku.Jakarta
Fuentes M, Lajo T, Carrion J & Cune J. 2013. Cholesterol-lowering efficacy of Lactobacillus plantarum CECT 7257, 7528 and 7529 in hypercholesterolaemic adults. British Journal of Nutrition, Volume 109, Issue 10, May 2013 pp 1866-1872.
Ilyas.1983.Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Teknik Pendinginan Ikan. C.V.Paripurna. Jakarta
Jenie, M.James.1996.Modern Food Microbiology.Fifth editioon.Chapman and Hall.New York, USA
Jenie, S.L., dan Shinta E. Rini.1995.Aktivitas Antimikroba dari Beberapa Spesies Lactobacillus terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Makanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan
Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan.1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia (UI-Press).Jakarta
Suriawiria, Unus.1995.Pengantar Mikrobiologi Umum.Angkasa.Bandung


Saturday, April 25, 2015

Bakteri Pendegradasi Minyak



Apa kalian pernah mendengar kasus tabrakan tanker dengan kapal sinar kapuas? Kapal tanker yang membawa ribuan liter minyak mentah milik otoritas kelautan Singapura atau biasa disingkat MPA. Tabrakan antara kapal tanker Alyarmouk dengan kapal pengangkut barang Sinar Kapuas itu terjadi pada 2 Januari 2015 dan mengakibatkan 4.500 ton minyak tumpah ke lautan. Hal ini menyebabkan air laut menjadi tercemar dan organisasi ekosistem lautan menjadi rusak, lalu bagaimana cara mengatasinya? Meskipun sebenarnya lingkungan memiliki kemampuan untuk mendegradasi pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses biologis dan kimiawi namun seringkali beban pencemaran di lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat pencemar tersebut secara alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi sehingga dibutuhkan campur tangan manusia dengan teknologi yang ada untuk mengatasi pencemaran tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran minyak secara kimiawi (kemoremedasi) dan fisik (fisikoremedasi) ternyata dikhawatirkan menambah efek toksiknya bagi organisme hidup.
Alternatif lain yang dapat digunakan dalam penggulangan pencemaran minyak bumi adalah bioremediasi. Berkembangnya teknologi ini adalah karena teknik penerapannya yang relatif mudah dilapangan dengan biaya operasional yang murah. Teknologi proses bioremediasi cukup potensial diterapkan di Indonesia. Kondisi iklim tropis dengan sinar matahari, kelembapan yang tinggi, serta keanekaragaman mikroorganisme yang tinggi sangat mendukung percepatan proses pertumbuhan mikroba untuk aktif mendegradasi minyak.

            BAKTERI PENGURAI MINYAK

Bakteri adalah mikroorganisme prokariotik yang secara morfologi terdapat dalam bentuk kokus, basil dan spiral. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mangakibatkan pembusukan, menimbulkan penyakit yang ditularkan memalui makanan dan juga dapat melangsungkan fermentasi yang menguntungkan. Bakasang merupakan salah satu produk fermentasi oleh mikroba fermentatif yang disebut bakteri asam laktat. Penelitian-penelitian dasar tentang karakteristik biokimia bakteri asam laktat pada produk olahan tradisional ini perlu dilakukan. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisa beberapa karakteristik biokimia bakteri kokus dan basil, mengidentifikasi jenis-jenis bakteri kokus dan basil dan menganalisa jumlah bakteri pada produk fermentasi bakasang.
 Hasil analisis total bakteri yang diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 derajat celcius menunjukkan bahwa total bakteri tertinggi adalah 1,3 x 10 pangkat 6 CFU/ml pada sampel B dan total bakteri terendah adalah 1,5 x 10 pangkat 4 CFU/ml pada sampel D. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan diketahui bahwa pada produk bakasang terdapat beberapa jenis yaitu: Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus, Bacillus, Clostridium, Micrococcus, Enterobacter, Enterococcus, Escherichia dan Proteus. Pertumbuhan bakteri terjadi pada kisaran suhu 37 derajat C, 40 derajat C, dan pada pH5,6,7.
Bakteri yang bisa hidup di tanah dengan kondisi yang banyak mengandung minyak telah ditemukan para peneliti dari Departement of Enviromental Sciences, Jong-Shik Kim. Hasil tersebut diterbitkan di Applied and Environmental Microbiology pada 6 April 2007.

            Menurutnya, sangat mengejutkan ketika ia mengetahui ada bakteri yang sanggup hidup pada kondisi lingkungan tersebut, dimana oksigen dan air sangat minim bahkan tidak ada sama sekali. Bakteri tersebut yang sebenarnya menurut Kim telah hidup 28.000 tahun yang lalu, dan enzim yang dimilikinya sangat berpotensi untuk diterapkan sebagai pendegradasi minyak dan biofuel.

             Kim dan David E. Crowley menggunakan metode berdasarkan DNA untuk mengidentifikasi bakteri tersebut, sama halnya untuk meng-encoding
 DNA dari ketiga kelas enzimnya yang mampu mendegradasi minyak. Penemuan tersebut memberikan harapan baru bagi para ahli lingkungan untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang bakteri tersebut dan jenis bakteri lainnya yang mampu hidup pada kondisi yang ekstrim.

Feliatra(2002) menyatakan Di Selat Malaka terdapat genus acinobacter, arthrobacter, brevibacterium, corynebacterium, flavobacterium, mycobacterium, dan vibrio, serta beberapa jenis jamur. Mereka bisa dimanfaatkan dalam aktivitas penguraian senyawa hidrokarbon yang ditumpahkan ke laut secara efisien, jika mikroba yang terlibat dalam genus-genus itu terlibat dalam hubungan yang sinergis dengan bakteri pengurai pestisida, senyawa berhalogen, serta pengurai deterjen.

Gas amoniak bisa diubah menjadi nitrat yang akan menjadi makanan utama bagi plankton di lautan. Sementara, plankton merupakan sumber protein terbanyak bagi ikan. Oleh karena itu, jika diperhatikan serius, proses nitrifikasi di berbagai kawasan perairan dapat menjadi potensi luar biasa. Bisa digunakan mengembangbiakkan ikan, bahkan menetralisir polusi akibat tumpahan minyak bumi.

Penemuan Hkabel Nanoh dari mikroba pada tahun 1987, beberapa spesies bakteri diisolasi oleh Profesor Derek Lovley dari lokasi tanah yang penuh dengan polutan senyawa hidrokarbon. Bakteri yang biasa hidup di dalam tanah ini kemudian dinamakan dan diidentifikasikan sebagai Geobacter, saat ini dua di antaranya sudah terbacanya genomnya adalah Geobacter sulfurreducens dan Geobacter metallireducens.

Bacillus licheniformis adalah salah satu bakteri mesofilik yang telah digunakan dalam berbagai proses bioteknologi. Pati merupakan salah satu sumber karbohidrat dengan kelimpahan terbesar di dunia. Genom dari B. licheniformis telah berhasil di-sekuens, dan terdapat banyak sekali gen pengkode enzim pengurai karbohidrat dalam genom B. licheniformis yang potensial yang dapat diaplikasikan di industri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola ekspresi serta keanekaragaman dari karbohidrase ekstraseluler dari bakteri ini pada dua medium dengan sumber nitrogen yang berbeda, yaitu pepton dan petis udang. Pola ekspresi dipelajari dengan melihat aktivitas aamilase ekstraseluler, dilakukan juga pengukuran konsentrasi protein serta analisis menggunakan SDS-PAGE terhadap sampel kultur umur 2, 4, 24, 48, 72, 96, dan 120 jam.

Bakteri langsung memasuki fase log, kemudian stasioner setelah 6 jam. Aktivitas amilase paling tinggi pada kultur yang menggunakan pepton sebagai sumber nitrogen terukur sebesar 126,88 unit/ml pada umur kultur 72 jam. Pada kultur yang menggunakan petis udang sebagai sumber nitrogen, aktivitas tertinggi dicapai pada umur 120 jam sebesar 2145 unit/ml. Dari hasil pengukuran terhadap suhu dan pH optimum, diketahui bahwa enzim a-amilase dari B. licheniformis HK1 memiliki aktivitas optimum pada suhu 60°C dan pH antara 6-6,5. Hasil pengukuran konsentrasi protein menunjukkan bahwa konsentrasi protein pada sampel kultur yang menggunakan sumber nitrogen pepton terus mengalami peningkatan, dengan konsentrasi protein tertinggi pada umur kultur 120 jam sebesar 82,2 µg/ml, sedangkan konsentrasi protein tertinggi untuk medium dengan petis udang adalah sebesar 60,4 µg/ml pada umur kultur 24 jam. Elektroferogram menunjukkan 22 jenis protein dengan berat molekul yang berbeda. Berat molekul ini kemudian dibandingkan dengan berat molekul yang diperoleh dari basil perhitungan sekuens asam amino enzim karbohidrase.

B. licheniformis HK1 diperkirakan menghasilkan glukoamilase, siklomaltodekstrin glukanotransferase, pullulanase, dan arabinase pada kultur yang menggunakan pepton, a-amilase maltogenik, kitinase, endoglukanase, levansukrase, invertase, dan pektin liase pada kultur yang menggunakan sumber nitrogen petis udang. Sedangkan a-amilase, xilanase, lichenase, galaktanase, dan (3-mannanase dihasilkan pada kedua medium. Secara umum terjadi peningkatan konsentrasi terhadap waktu untuk karbohidrase ekstraseluler pada kultur yang menggunakan pepton sebagai sumber nitrogen, sedangkan pada kultur yang menggunakan sumber nitrogen petis udang terlihat perubahan konsentrasi karbohidrase ekstraseluler yang lebih beragam. Aktivitas aamilase pada kultur yang menggunakan petis udang sebagai sumber nitrogen, lebih tinggi dibandingkan kultur yang menggunakan sumber nitrogen pepton. Enzim karbohidrase B. licheniformis sangat potensial untuk dipelajari lebih lanjut terutama untuk kepentingan modifikasi gen yang mengkode karbohidrase.

            Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR) merupakan suatu metode untuk meningkatkan perolehan minyak bumi dengan menggunakan aktivitas bakteri hidrokarbonoklastik. Bakteri tersebut bekerja pada minyak bumi dan batuan dalam formasi reservoir, kemudian dihasilkan beberapa produk seperti gas, asam-asam organik, biopolimer dan biosurfaktan. Produk-produk tersebut digunakan untuk merangsang pelepasan minyak dari batuan reservoir dengan cara mengubah porositas batuan penyusun reservoir, menurunkan tegangan antarmuka dan viskositas minyak bumi. Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi bakteri dari reservoir minyak bumi dan air formasi, dan menguji karakteristik bakteri tersebut yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam MEOR.

Isolasi bakteri hidrokarbonoklastik ini menggunakan medium SMSSe yaitu Stone Mineral Salt Solution yang diperkaya dengan ekstrak ragi dan ditambah 5% minyak bumi pada suhu 50, 60, 70, 80 dan 90°C serta pengocokan 120 rpm. Hasil isolasi tersebut mendapatkan 10 isolat bakteri yang toleran pada suhu di atas 50°C. Setelah melalui adaptasi pada medium recovery, diperoleh 6 isolat bakteri yang terdiri dari Flavimonas oryzihabitans, Amphibacillus xylanus, Bacillus polymyxa, Bacillus macerans, Bacillus stearothermophillus dan Clostridium butyricum.

Kemampuan bakteri dalam mengubah sifat fisika-kimia minyak bumi dilakukan dengan menggunakan uji densitas, tegangan antarmuka, viskositas, pengembangan volume minyak (Oil Swelling) dan GCMC (Gas Chromatograph-Mass Spectrophotometry) sebagai kultur tunggal. Persentase degradasi rantai hidrokarbon yang berbeda untuk setiap bakteri teramati pada data yang diperoleh dari metode GCMS, yaitu bakteri Flavimonas oryzihabitans (3-25%), bakteri Amphibacillus xylanus (2-28%), bakteri Bacillus polymyxa (3-35%), bakteri Bacillus macerans (0,3-24%), bakteri Bacillus stearothermophillus (0,4-36%) dan bakteri Clostridium butyricum (5-43%). Penurunan tegangan antarmuka yang tertinggi terjadi pada bakteri Flavimonas oryzihabitans dan Amphibacillus xylanus, masing-masing sebesar 16%, Penurunan viskositas tertinggi terjadi pada bakteri Clostridium butyricum, yaitu sebesar 12,77%. Pengembangan volume minyak tertinggi terjadi pada bakteri Bacillus polymyxa, yaitu sebesar 6%. Bakteri-bakteri lainnya mengalami penurunan hanya berkisar 12-16% untuk tegangan antarmuka, 3,55-12,77% untuk viskositas dan 1,5-6% untuk pengembangan volume minyak. Berdasarkan hasil yang diperoleh, bakteri hasil isolasi tersebut memiliki potensi untuk digunakan dalam MEOR.

Penelitian tentang isolasi dan karakterisasi bakteri hidrokarbonoklastik dari salah satu sumur minyak di Cirebon, Jatibarang telah dilakukan. Sampel minyak bumi diperoleh dari sumur minyak bumi Jatibarang JTB-140 di Cirebon. Media yang digunakan untuk mengisolasi bakteri dari sampel minyak bumi ialah Stone Mineral Salt Solution (SMSS). Suhu inkubasi yang digunakan dalam isolasi bertahap adalah 45°C. Dua belas isolat bakteri diperoleh dari hasil isolasi bertahap, tetapi hanya lima isolat bakteri yang dipilih untuk penelitian lebih lanjut berdasarkan hasil shining suhu. Hasil isolasi bakteri diuji kemampuan hidupnya pada suhu 45°C, 50°C, 55°C, 60°C, 70°C, 80°C, dan 90°C.

Jumlah isolat yang mampu hidup pada suhu reservoar (90°C) ada dua isolat, yaitu Bacillus circulans dan Bacillus stearothermophillus. Hasil identifikasi menunjukkan kelima isolat bakteri tersebut ialah Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas diminuta, Pseudomonas putida, Bacillus circulans, dan Bacillus stearothermophillus. Selanjutnya kelima isolat bakteri masing-ma sing diuji kemampuan degradasinya terhadap minyak bumi. Karakterisasi hasil degradasi minyak bumi oleh kelima isolat tersebut dilakukan dengan metode GC. Pada kromatogram terlihat bahwa semua isolat bakteri yang diperoleh dari isolasi bertahap mampu mendegradasi minyak bumi.

Persentase degradasi tertinggi berbeda-beda sesuai dengan kemampuan metabolik tiap isolat bakteri dalam menghasilkan fraksi-fraksi n-alkana yang spesifik secara berturut-turut, yaitu 88,3778% dan 72,3984% pads fraksi C13 dan C14 oleh Pseudomonas aeruginosa, 52,5990% dan 33,7467% pada fraksi C15 dan C16 oleh Pseudomonas diminuta, 30,6633% dan 29,3581% pads fraksi C19 dan C20 oleh Pseudomonas putida, 48,2446% dan 68,9754% pads fraksi C21 dan C23 oleh Bacillus circulans, 30,2446% dan 28,8223% pada fraksi C19 dan C20 oleh Bacillus stearothermophillus. Kultur campuran menghasilkan degradasi sebesar 100% pads fraksi C13, sedangkan C14, C15, dan C16 masing-masing sebesar 85,7747%, 71,3687%, dan 42,2666%.

Bioremediasi

        Secara sederhana proses bioremediasi bagi lingkungan dilakukan dengan mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi. Dulunya bioremediasi hanya dilakukan pada limbah organik yang mudah ‘dibersihkan’ secara alamiah. Baru pada tahun 1980-an, bioremediasi mulai dikembangkan penggunaannya pada limbah yang lebih sulit, misalnya pada kontaminasi tanah. Pada operasi perminyakan, khususnya lapangan minyak yang terkontaminasi oleh minyak mentah, pemanfaatan proses bioremediasi baru sekitar 30%.
        Lalu apa itu bioremedasi?  Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau “remediate” yang artinya menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah. Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan” bahan kimia berbahaya tertentu, terutama organik, misalnya berbagai jenis minyak bumi. Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang tercemar limbah minyak bumi. Bagaimana bioremediasi dilakukan? Faktor utama agar mikroba dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikroba yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti suhu, pH, nutrient dan jumlah oksigen. Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (KepMen LH no. 128/2003) mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Disini dicantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah.

     Dalam teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan biostimulasi dan bioaugmentasi. Biostimulasi ádalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya sumber Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat sedikit, maka harus ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata 103 cfu/gram* tanah sehingga bioproses dapat dimulai. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Penambahan mikroba dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi. Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikroba tumbuh, berkembang dan “memakan” polutan tersebut (atau memanfaatkan Carbon dari polutans sebagai sumber energi untuk pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.

Dengan demikian, perencanaan teknis (engineering design) yang benar memegang peranan penting untuk mendapatkan proses bioremediasi yang efektif. Dalam aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum diterapkan yaitu biopile dan landfarming. Pada teknik biopile, tanah tercemar ditimbun diatas lapisan kedap air dan suplai udara yang diperlukan oleh mikroba dilakukan dengan memasang perpipaan untuk aerasi (pemberian udara) dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang diujung perpipaan sehingga semua bagian tanah yang mengandung mikroba dan polutan berkontak dengan udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter. Teknik landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan kedap air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan udara maka secara berkala hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming digunakan karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah pada saat persiapan lahan untuk pertanian. Dalam melakukan bioremediasi, diperlukan biodegradasi senyawa hidrokarbon secara berkelanjutan dan terkontrol baik. Bioremediasi senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan cara penambahan nutrient (biostimulasi) atau dengan penambahan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon secara langsung. Dalam hal ini, bakteri adalah mikroorganisme yang tepat dan umum digunakan dalam bioremediasi hidrokarbon.Bakteri dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon dan menggunakan senyawa tersebut sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan.
Pelaksanan bioremediasi dengan menggunakan bakteri pada dasarnya menmbutuhkan kerja sama lebih dari satu spesies bakteri. Hal tersebut karena senawa hidrokarbon seperti minyak bumi terbentuk dari bayak gugus yang berbeda dan bakteri hanya dapat menggunakan hidrokarbon pada kisaran tertentu.Oleh karena itu, dalam memanfaatkan bakteri, diperlukannya suatu identifikasi yang tepat untuk menyesuaikan dengan kemampuannya dalam mendegradasi hidrokarbon. Beberapa bakteri yang memanfaatkan hidrokarbon sebagai senyawa pertumbuhan serta secara tidak langsung berperan dalam bioremediasi adalah :
1. Pseudomonas sp.
         Pseudomonas sp. merupakan salah satu bakteri yang memanfaatan bakteri menjadi biosurfaktan. Dengan demikian, jenis bakteri ini dapat di,amanfaatkan dengan baik dalam melakukan bioremediasi dengan hidrokarbon. Tetapi terdapat beberapa faktor, salah satu faktor tersebut adalah kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri.Dalam produksi biosurfaktan, berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada dua macam  biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :
1.      Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
2.      Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan.Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri.Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel (Pelezar, 1986).
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada.Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium.Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium.Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik.Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium.
2. Bakteri  Nictobacter
           Bakteri ini merupakan bakteri probioaktif yang mampu bekerja menguraikan bahan organik protein,karbohidrat,dan lemak secara biologis. Bermanfaat dalam menguraikan NH3 dan NO pada sampah,tinja,dan kotoran hewan ternak, dan dapat menekan populasi bakteri patogen pada penampung tinja yang menyebabkan sumber air tanah akan terkontaminasi jika air remebesan tinja bercampur dengan sumber air tanah.
3. Bakteri Endogenous
            Tidak hanya mengendalikan senyawa amoniak dan nitrit, teknik bioremediasi dengan menggunakan bakteri endogenus juga bertujuan untuk mengendalikan senyawa H2S yang banyak menumpuk di sedimen tambak (Dwidjosaputro, 1998).Dengan menggunakan bakteri fotosintetik dari jenis Rhodobakter untuk menghilangkan senyawa H2S.“Hasilnya H2S tidak terdeteksi sama sekali di tambak,”Untuk mengatasinya dia menggunakan bakteri dari jenis Bacillus. “Karena bakteri Bacillus yang di gunakan merupakan bakteri endogenous, maka efektivitasnya lebih baik jika dibandingkan dengan produk bioremediasi dengan menggunakan bakteri dari luar Indonesia,”
4. Bakteri Nitrifikasi
         Nitirifikasi  untuk menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan kelebihan residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan, dilepaskan bempa gas N2 1 N20ke atmosfir. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit menjadi dinitrogen oksida (N20)atau gas nitrogen (Nz).
5. Bakteri Pereduksi Sulfat
            Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.
6. Arthrobacter
             Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 – 1,2 x 1 – 8  mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 – 30oC (Waluyo, 2005).
7. Acinetobacter
            Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
8.Bacillus
             Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5m. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat.  Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon  umumnya  berasal dari genus Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium menggunakan enzim lignin peroksidase.  Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P. janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang dimiliki mamalia.  Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol, dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida).Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan mamalia.

Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai berikut :
a)      Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
b)      Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c)      Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium (Waluyo, 2005).
 Jadi apakah bioremediasi aman untuk digunakan? Bioremediasi sangat aman untuk digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah). Mikroba ini adalah mikroba yang tidak berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Bioremediasi juga dikatakan aman karena tidak menggunakan/ menambahkan bahan kimia dalam prosesnya. Nutrien yang digunakan untuk membantu pertumbuhan mikroba adalah pupuk yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Karena bioremediasi mengubah bahan kimia berbahaya menjadi air (H2O) dan gas tidak berbahaya (CO2), maka senyawa berbahaya dihilangkan seluruhnya. Teknologi bioremediasi banyak digunakan pada pencemaran di tanah karena beberapa keuntungan menggunakan proses alamiah / bioproses. Tanah atau air tanah yang tercemar dapat dipulihkan ditempat tanpa harus mengganggu aktifitas setempat karena tidak dilakukan proses pengangkatan polutan. Teknik ini disebut sebagai pengolahan in-situ. Teknik bioremediasi yang diterapkan di Indonesia adalah teknik ex-situ yaitu proses pengolahan dilakukan ditempat yang direncanakan dan tanah tercemar / polutan diangkat ke tempat pengolahan. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tergantung pada faktor jenis dan jumlah senyawa polutan yang akan diolah, ukuran dan kedalaman area yang tercemar, jenis tanah dan kondisi setempat dan teknik yang digunakan. Jenis minyak mentah ringan (light crude sesuai nomor API ) yang diolah dengan teknik biopile bioaugmetnasi dan konsentrasi pengolahan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kepmen LH 128/2003 yaitu max 15% memerlukan waktu 4 – 6 bulan. Sedangkan minyak mentah berat (heavy crude) akan memerlukan waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini bervariasi dari satu area tercemar dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan dalam rentang 4 bulan sampai 1 tahun. Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa proses bioremediasi berhasil dan selesai adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak bumi (TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk saat ini baru menggunakan parameter TPH saja karena kegiatan yang menerapkan teknologi bioremediasi masih terbatas pada industri migas.
    Kelebihan teknologi bioremediasi ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik pengolahan limbah jenis B3 dengan bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri) sebagai agen bioremediator. Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
1. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
2. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).    
.
     Bioremediasi dapat berperan dalam pemulihan dampak negatif penambangan batu bara. Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :

1. Lubang tambang: Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa atau kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa direklamasi.
2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkunganjangkapanjang.
3. Tailing : teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge : limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga   mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.
5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan  menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.

     Contoh penggunaan teknologi bioremediasi yang dilakukan baru-baru ini adalah pembersihan lingkungan tercemar minyak bumi dengan penambahan nutrisi serta pengendalian kelembaban dan pengharaan yang dapat menurunkan 80-90% total pencemar minyak. Di lab mikrobiologi tanah dan lingkungan Fakultas Pertanian UGM telah ditemukan empat isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yaitu isolat  GMY 1 (belum teridentifikasi), isolat Paenibacillus GMD 1 yang mendegradasi senyawa hidrokarbon poliaromatik serta Acetobacter calcoaticus dan Pseudomonas aeruginosa yang dapat mendegradasi alkana (C15-C16). 
Biaya yang diperlukan untuk melakukan bioremediasi berada pada rentang US $25 – 75 per ton tanah olahan, tergantung pada kondisi pencemaran. Harga ini masih lebih murah dibandingkan dengan menggunakan teknik pengolahan lainnya misalnya insinerasi yang bisa mencapai 4 sampai 10 kali lipatnya. Bioremediasi sebagai teknologi yang dapat digunakan untuk membersihkan berbagai jenis polutan bukan berarti tanpa keterbatasan. Bioremediasi tidak dapat diaplikasikan untuk semua jenis polutan, misalnya untuk pencemaran dengan konsentrasi polutan yang sangat tinggi sehingga toksik untuk mikroba atau untuk pencemar jenis logam berat misal kadmium dan Pb. Dimasa yang akan datang, penerapan teknologi bioremediasi di Indonesia akan berkembang tidak hanya terbatas pada pemulihan lahan tercemar minyak bumi di industri migas, tetapi juga pencemaran di industri otomotif, SPBU dan industri lainnya seperti pertanian.
Dengan demikian, polutan targetnya bukan hidrokarbon minyak bumi saja tetapi juga senyawa inorganik lainnya seperti pestisida. Pendekatan molekular misalnya identifikasi mikroba dengan 16sRNA atau 18sRNA untuk mengetahui keberlimpaphan mikroba dalam proses bioremediasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja bioproses. Teknologi molekular ini sudah tersedia dan dibandingkan dengan teknik identifikasi konvesional yang saat ini umum digunakan di Indonesia memberikan waktu pemeriksaan lebih cepat. Namun demikian, penggunaan teknik molekular ini masih mahal dan belum perlu sebagai prioritas.

Referensi 

Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan

Feliatra. 2002. Sebaran Bakteri (Escherichia coli) di Perairan Muara Sungai
Bantan Tengah Bengkalis Riau, Laboratorium Mikrobiologi Laut,
Faperika. Universitas Riau

Kim, Jong-Shik and David E. Crowley. 2007. Microbial Diversity in Natural Asphalts of the Rancho La Brea Tar Pits. Department of Environmental Sciences, University of California

Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah:
Hadi, R.S. Jakarta: UI Press

Waluyo Lud. 2007. Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. Malang: UMM Press

Himawan. Tabrakan tanker dengan Sinar Kapuas. 2015. http://www.tambang.co.id/tabrakan-tanker-dengan-sinar-kapuas-4.500-ton-minyak-tumpah-ke-laut-2759/. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 16.30 WIB

Nababan, bungaria. Isolasi Dan Uji Potensi Bakteri Pendegradasi Minyak Solar Dari Laut Belawan. 2008. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5806/1/09E00811.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 16.35 WIB

Nasikhin, R dan M.S. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Solar dan Bensin dari Perairan Pelabuhan Gresik. 2013. http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/viewFile/3626/1409 . Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 16.50 WIB

Silvia, Shinta. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Menggunakan Isolat Bakteri Dari Limbah Minyak Bumi. 2013. http://repository.unand.ac.id/3141/1/Jurnal_Shinta_Silvia_2.doc. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 18.00 WIB

Suhardi, S.H. 2012. http://blogs.itb.ac.id/rennisuhardi/bioremediasi/apakah-bioremediasi/. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 16.40 WIB

Suyasa, Budiarsa. 2006. Isolasi Bakteri Pendegradasi Minyak/Lemak Dari beberapa Sedimen Periran Tercemar Dan Bak Penampungan Limbah. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=15914&val=988. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 17.30 WIB